Manusia & Teknologi - 2024-08-08
Manage episode 433117185 series 3381956
Survei : 30% karyawan tidak menginformasikan cuti mereka kepada atasan
Terdapat sebuah perbincangan hangat terkait “ Quiet Quit “ di akhir tahun 2022 yang mengacu kepada sikap negatif karyawan, dimana para karyawan ini condong menyelesaikan pekerjaannya seminimal mungkin yang sesuai dengan porsi pekerjaannya dan tidak ingin mengupayakan sebuah ambisi untuk meraih prestasi demi kenaikan gaji ataupun promosi. kini sebuah survei telah menemukan bahwa kondisi ini sangat umum, inilah yang disebut sebagai Quiet Quit ataupun liburan tenang.
Mengapa hal ini menjadi sebuah trend baru di ruang lingkup profesional ? alasan utama Liburan Tenang adalah beban kerja yang berat, akses terbatas terhadap cuti berbayar, DLL. dimana sebuah survei terhadap 1170 orang dewasa Amerika Serikat yang bekerja menerima tawaran survei dari The Harris Poll pada akhir bulan April tahun ini telah menunjukkan bahwa terdapat 28% karyawan benar telah mengambil cuti mereka tanpa memberikan informasi apapun kepada atasannya. perilaku para karyawan ini adalah liburan yang tenang dengan rentan usia 28-43 tahun mencapai 37%, dimana angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur lainnya.
Business Insider menyebutkan bahwa liburan tenang ini mencakup berbagai perilaku, seperti bepergian secara pribadi dalam mode kerja jarak jauh, namun tidak memberitahukan kepada siapapun pada saat menyelesaikan pekerjaan ataupun tidak bekerja tapi melakukan berbagai penjadwalan di luar dari jam kerja atau lembur. jika seorang karyawan pergi keluar dari ruang kerjanya atau melakukan perjalanan dinas tanpa memberikan informasi kepada pihak administratif. secara umum penampilan akan membuat orang lain salah kaprah bahwa mereka sedang bekerja, padahal sebetulnya mereka tidak sedang bekerja dan tentunya belum mengambil cuti.
Libby Rodney selaku kepala strategi Harris Poll menyatakan bahwa ini adalah budaya adaptasi yang tersebar cukup luas. orang-orang yang berlibur dengan tenang akan menemukan cara untuk mencapai keseimbangan kehidupan kerja yang tepat, namun mereka akan melakukannya secara rahasia dan tersembunyi. dirinya mengatakan bahwa meskipun Gen Z lebih cenderung bersuara dan vokal, generasi Milenial lebih cenderung untuk mencari solusi dengan cara yang lebih halus dan sopan.
Para karyawan ini bukannya tidak puas dengan kondisi cuti yang dibayar oleh perusahaan, tapi mereka bisa menikmatinya dengan cara yang cukup unik. anggap melihat tapi tidak dimakan, lebih dari 80% orang mengatakan bahwa mereka belum menggunakan cuti mereka, dimana hambatan para karyawan ini untuk mengambil cuti adalah lebih banyak kebutuhan untuk siap dihubungi kapan saja untuk memenuhi permintaan sementara dan beban kerja yang jauh lebih berat ketika seusai cuti dan kembali ke kantor.
Lebih dari 60% karyawan mengatakan bahwa mereka menerima panggilan kerja saat sedang berlibur atau cuti khusus dan hampir 90% dari mereka bahkan telah memeriksa kotak surat perusahaan mereka. dimana tekanan untuk selalu online membuat para karyawan ini menjadi terbebani secara moral. maka dari itu mereka beranggapan bahwa model cuti seperti ini sama sekali tidak efektif, akibatnya waktu kerja dan waktu pribadi menjadi saling mengikis satu dengan yang lain, lebih fatal lagi akan menciptakan sebuah gaya kerja yang berada pada zona kabur pergi dan mencari cara untuk beristirahat pada saat yang sama. jika Quiet Quitting ini dijabarkan sebagai bentuk penolakan terhadap budaya perjuangan, maka liburan tenang adalah sebuah respon terhadap fenomena peraturan yang tidak tertulis yang berlaku di ruang lingkup sebuah kantor.
Malissa Clark selaku professor dan direktur Healthy Work Lab di University of Georgia menyatakan bahwa karyawan yang memilih untuk mengambil liburan tenang cenderung berada di sebuah organisasi ataupun instansi yang memiliki budaya load pekerjaan yang berlebihan, apabila karyawan tidak berupaya 100% maka akan mudah sekali tergantikan. ini adalah situasi yang nyata, beberapa orang memilih untuk tidak mengambil cuti karena mereka takut alasan mengambil cuti akan menjadi sebuah catatan di kemudian hari terkait prestasi pekerjaan ataupun merasa tidak nyaman.
Berpura-pura sedang bekerja ataupun bekerja lembur merupakan rutinitas kerja yang lumrah, bahkan hal ini bukan fenomena yang baru. namun dengan munculnya model kerja Hybrid dimana setiap orang dapat bekerja dari mana saja, Liburan tenang akan semakin sulit untuk dideteksi.
Forbes menyebutkan bahwa cuti diam-diam dan pengunduran diri diam-diam merupakan sebuah respon negatif terhadap situasi organisasi saat ini, sebagai sebuah respon defensif dari karyawan terhadap situasi sebuah instansi maupun organisasi agar tidak terjadi sebuah konflik yang tidak diinginkan. liburan yang tenang meningkatkan perebutan dominasi antara manajemen dan karyawan, bahkan dapat memberikan sebuah ilusi kepada karyawan untuk mendapatkan kendali atas pekerjaan mereka.
Namun apakah ini menjadi solusi terbaik bagi pihak perusahaan dan karyawan ? pada akhirnya tidak ada yang menang, perusahaan akan dihadapkan kepada hilangnya produktivitas dan rekan kerja terpaksa harus mengambil pekerjaan dari orang yang suka berlibur. US News & World Report menyebutkan bahwa karyawan yang mengambil liburan tenang tidak dapat memulihkan tenaga sepenuhnya dan menghindari kelelahan akibat pekerjaan. karena mereka tidak sepenuhnya terputus dari pekerjaan, mereka telah mengaburkan batasan antara pekerjaan dan waktu pribadi, serta melanggar kebijakan perusahaan. jadi berlibur dengan tenang bukanlah sebuah solusi jangka panjang, para karyawan tidak akan pernah merasa segar ataupun pulih jika mereka tetap harus terhubung dengan perusahaan pada saat berlibur.
Praktek ini akan menjadi lebih efektif apabila para jejeran supervisor mendukung pengambilan cuti bagi karyawan, agar dapat menjadi contoh bagi karyawan yang siap mengambil cuti. dilansir dari CNBC yang menyatakan bahwa ketika karyawan perlu bersembunyi dari atasannya terkait istirahat, itu berarti tempat kerja mereka tidak memiliki budaya perusahaan yang mendukung karyawan untuk mengambil cuti berbayar.
Selain itu juga masih ada beberapa cara yang dapat mengatasi permasalahan ini, termasuk membuat proses administrasi cuti menjadi lebih transparan, mendukung karyawan untuk mengambil cuti yang dapat memberikan manfaat inovatif, seperti menerapkan hari libur di seluruh perusahaan. selama hari libur besar dalam seminggu atau mengharuskan karyawan untuk mengambil sejumlah hari libur setiap kuartal agar dapat membagi waktu libur mereka sepanjang tahun, hal yang paling penting adalah menjadikan waktu cuti berbayar sebagai sesuatu yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh para karyawan, daripada membuat mereka takut untuk mengajukannya.
Pantau terus yows..
317 episodi